THE POWER OF LOVE, KISAH POLISI YANG HUMANIS MENAKLUKAN AKSI TERORIS YANG BENGIS

MC-Restrojakbar.com — Inilah the power of love yang sesungguhnya. Aksi polisi wanita yang memeluk bayi yang adalah anak dari napi teroris ini sangat menggugah dan mengharukan. Bayangkan, pihak Kepolisian yang sebenarnya masih terluka dan berduka menelan banyak korban baik korban jiwa dan korban luka tapi sang polisi wanita ini dengan penuh kasih dan tabah serta ikhlas menggendong bayi ini yang adalah bayi dari napi teroris.

Tentu saja polwan ini tak sendirian. Ada rekan-rekannya yang berjibaku dan harus berani mempertaruhkan nyawanya saat melakukan penyelamatan menghadapi teroris yang berbahaya dan mematikan. Ada pimpinan Kepolisian yang peduli dengan sandera dan bayi yang masih kecil ini.

Kepedulian jajaran Kepolisian dari pimpinan sampai anggotanya untuk menyelamatkan nyawa sandera termasuk nyawa seorang anak napi teroris ini sangat luar biasa. The power of love. Bahkan nyawa para anggota teroris itu masih lengkap, kecuali korban pertama, semuanya sejumlah 155 tak ada yang bertemu bidadari.

Yang ada adalah bidadari Kepolisian yang berkorban dan menyelamatkan jiwa para teroris termasuk anaknya sendiri. Para bidadari itu adalah para srikandi Kepolisian, ada Polwan Sulastri yang terluka, ada Polwan cantik yang ikut beraksi dalam penyerbuan dan Polwan yang penuh kasih sayang menggendong bayi napi teroris ini.

Ketika anak ini besar maka dia harus mengetahui suatu fakta bahwa Kepolisian menjadikannya dirinya prioritas untuk diselamatkan. Betapa mulianya dan betapa manusiawinya para anggota Densus dan Brimob ini yang bertindak dan berupaya keras menyelamatkan nyawa anak ini.

Inilah yang namanya kemanusiaan yang berada pada puncaknya yang ultimat. Polisi mendekap dengan penuh cinta bayi napi teroris ini. Cinta itu mengalahkan kebencian. Walaupun penuh luka secara batin, polwan ini bersama rekan-rekannya mampu mengatasi rasa amarah dan sakit hati serta bencinya kepada para ratusan teroris yang biadab.

Aksi dan misi teroris di Mako Brimob benar-benar gagal total. Lumpuh tak bersisa. Bukan hanya mereka dibekuk secara senyap tanpa perlawanan berarti di dinihari tapi sesungguhnya mereka juga bersyukur tidak diberondong dan dibom para anggota Densus kalau mereka mau.

Jangan salah, Pemerintah juga bukan berarti akan bertindak lunak dan membiarkan para teroris ini. Mereka dipastikan akan diproses secara hukum dan akan dikirim ke Nusakambangan. Proses hukuman pasti sudah menanti mengingat aksi mereka ini sangat gawat dan membahayakan.

Tapi di balik aksi mereka yang gagal ini justru terkuak dan terekspos kisah yang sebaliknya akan menghujamkan misi dan ideologi mereka. Ideologi kematian dan budaya teror dikalahkan oleh kasih. Cinta kasih itu mengalahkan dan menaklukkan aksi sangar dan gahar mereka.

Mereka yaitu para teroris itu justru menyaksikan kemanusiaan serta belas kasihan yang besar dari Kepolisian RI. Para 155 teroris itu sempat menikmati suguhan makanan sesuai dengan permintaan mereka. Merek juga masih diberi kesempatan yaitu ultimatum untuk menyerah, tanpa syarat.

Polri bisa saja main serbu ala koboi tanpa memperhitungkannyawa mereka atau nyawa sandera atau nyawa bayi anak mereka.

Sebaliknya, para teroris itu bisa saja memilih mati dengan cara melawan sampai mati atau menjadi tameng hidup bagi teman-temannya.

Aksi itu akan menjadi heroik dan penambah bumbu kisah perjuangan para teroris di Indonesia untuk dijadikan kisah propaganda ISIS. Eh malah yang terjadi harapan mereka buyar. Yang terjadi adalah propaganda the power of love.

Hal itu akan menjadi pesan yang menjadi tamparan keras bagi teroris yang mengusung budaya kematian. The power of love dari Kepolisian, Gegana Brimob, Densus dan semua aparat justru memanusiakan dan memperlakukan mereka di luar dari perkiraan mereka dan pendukung teroris militan di luar sana.

Kenapa teroris di Mako Brimob tak diberondong dan dibantai atau dibom begitu saja? Ada tudingan yang mengatakan bahwa Brimob dan Kepolisian lembek. Tapi kalau kita berpikir secara lebih luas, Kepolisian justru mengedapankan kemanusiaan dan hal itu berlawanan sama sekali dengan ideologi teroris. Bagi teroris pilihannya adalah kematian, pembunuhan, penyiksaan bagi musuhnya atau siapapun yang menghadangnya.

Aksi yang humanis dari Kepolisian ini pada akhirnya membantah tudingan bahwa Kepolisian itu apalagi Densus sangat kejam dan tak ada rasa kemanusiaan sama sekali. Justru sebaliknya Kepolisian menghargai nyawa dan jiwa daripada para teroris itu sendiri yang menganggap manusia yang dibencinya itu tak lebih dari binatang.

Aksi kepolisian yang mengkombinasikan pendekatan keadilan dan rasa kemanusiaan justu menjadikan Kepolisian menang telak atas aksi teroris. Kepolisian bertindak hati-hati, penuh perhitungan dan terutama kemanusiaan, demi pembebasan sandera serta nyawa bayi yang juga terancam keselamaannya.

Ini dilematis dan sangat tak mudah bagi Kepolisian. Sementara mereka menyaksikan rekan-rekannya dibunuh dan dibantai secara keji, mereka harus menahan diri untuk tidak bertindak semena-mena atau menjadikan misi ini sebagai misi balas dendam.

Kepolisian benat-benar memperhatikan keselamatan anggotanya kendati ada rekaman dan foto yang kelihatannya sudah tidak ada harapan. Upaya untuk membebaskan sandera itu pasti tidaklah mudah. Proses yang lama, menunggu, sangatlah memakan waktu dan melelahkan. Apalagi kedua kubu sudah dalam posisi siap-siaga, pelatuk tinggal ditarik.

Puji syukur, sandera itu akhirnya diselamatkan. Bayi yang anak napi teroris selamat. The power of love. Manusia yang adalah makhluk Ilahi diciptakan untuk menunjukkan kasih dan sayang pada sesamanya.

Itulah yang terkuak dari kisah heroik di Mako Brimob oleh Kepolisian. Inilah yang seharusnya diupayakan setiap manusia dengan agama apapun di dunia ini. Dengan hatinya, manusia tak boleh disandera dan dikuasai kebencian dan amarah yang membabi buta. Manusia justru harus menaklukannya.

Terima kasih Tuhan melihat kasih yang besar dari para anggota Kepolisian. Mudah-mudahan menggerakkan hati dan menyadarkan para teroris atau pendukungnya. Masih ada harapan kalau manusia mau takut Tuhan maka seharusnya dia mengasihi sesamanya dan memperlakukan sesamanya dengan baik seperti dirinya sendiri. (Ameltul)